Jakarta, Palestinow.com – Setelah Agustus lalu sukses menyelenggarakan seri pertama tentang “Mengukur Kesehatan Ekonomi Palestina” dari webinar series Ekonomi Palestina, September ini, NPC dan CDC El-Sharq kembali menyelenggarakan webinar series kedua bertema “Kontribusi Bantuan Internasional untuk Palestina” dengan menghadirkan tiga narasumber dan pakar internasional dari Jepang, India dan Indonesia.
“Webinar ini adalah webinar kedua, insyaAllah hingga Desember mendatang kita focus membahas isu-isu social ekonomi Palestina, Untuk September ini, webinar series ini membahas kontribusi bantuan internasional untuk Palestina, dan sengaja kita menghadirkan tiga pakar internasional yaitu Prof. Saul Takahasi, Professor Hak Asasi Manusia dan Perdamaian dari Universitas Jogakuin Jepang, Dr. Serajuddin dari Pusat Kajian Politik Universitas Jawaharlal Nehru, India dan Nico Adam, Mantan Pelaksana Fungsi Palestina KBRI Amman” Ungkap Direktur Eksekutif CDC El-Sharq, Muhammad Anas.
Menurut Anas, ada sejumlah pertimbangan CDC dan NPC mengangkat tema ini, “Pertama pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah masalah yang menonjol dalam komunitas internasional dan ini juga menjadi agenda pemerintah di seluruh dunia yang mencari andil dalam membentuk masa depan Palestina. Kedua fakta bahwa Bantuan internasional untuk Palestina adalah salah satu penyaluran bantuan per kapita tertinggi di dunia meskipun bantuan terus mengalir dan secara berkelanjutan, pendudukan Israel tetap belum berakhir dan Palestina belum berdaulat atas negara mereka sendiri”
Sementara itu, Ihsan Zainuddin, Direktur Nusantara Palestina (NPC berharap agar webinar ini menghasilkan berbagai pemikiran yang solutif dan inovatif terkait dengan permasalahaan yang menjadi tema bantuan internasional untuk Palestina. Dibutuhkan peran aktif dari berbagai pihak dalam rangka memberikan sumbangsih kepada Palestina demi meraih kemerdekaan sebagai negara yang berdaulat.
Ihsan melanjutkan acara ini akan lebih memberi stimulus kritis terhadap upaya kita membantu saudara-saudara kita di Palestina. Dan diharapkan kegiatan ini terus dilanjutkan karena tradisi baru dalalm diskursus kepalestinaan di tanah air.
Sejumlah isu dipaparkan dalam pemaparan narasumber, di antaranya isu tentang urgensi bantuan internasional ke Palestina yang disampaikan oleh Dr. Sirajuddeen. Ia menyampaikan bahwa dunia internasional harus membantu Palestina dengan alasan utama lebih dari 5 juta rakyat Palestina bergantung pada bantuan UNRWA setelah Nakba terjadi. Sirajuddin juga mengkritisi kebijakan “keji” AS di bawah Trump yang memangkas bantuan untuk Palestina, menurut Siraj hal tersebut mengindikasikan bahwa AS tidak komitmen pada Solusi Dua Negara.
Pakar dari New Delhi ini juga menekankan bahwa pendudukan yang dilakukan oleh Israel, krisis pengungsi dan imperialisme juga menjadi alasan mengapa Palestina butuh bantuan internasional.
“Pemerintah Israel terus memberlakukan pembatasan yang parah dan diskriminatif terhadap hak asasi warga Palestina; mereka membatasi pergerakan orang dan barang masuk dan keluar dari Jalur Gaza; dan memfasilitasi pemindahan pemukim Israel ke permukiman di Tepi Barat yang diduduki, itu adalah sebuah praktik ilegal berdasarkan hukum humaniter internasional.” Ungkap Sirajuddin
Sementara itu narasumber kedua Prof. Saul Takahashi menyampaikan tentang peta bantuan internasional dan dampak bantuan internasional tersebut bagi Palestina. Prof. Takahashi juga mengkritis proses penyaluran bantuan ke Palestian yang dianggapnya sebagai alat untuk mempertahankan penindasan.
“Sebagian donor utama berasal dari AS, Uni Eropa, Jerman, Jepang. yang kemudian dana bantuan tersebut disalurkan melalui Bank Dunia, PBB, yang kemudian sampai ke rakyat Palestine melalui LSM atau Otoritas Palestina, Akan tetapi Donor internasional mengecualikan Hamas dari bantuan apa pun, bahkan PBB tidak mengizinkan kontak apapun dengan Hamas berkaitan dengan proyek rekonstruksi. Hal ini malah menguntungkan pihak Israel. Sedangkan bantuan untuk Otoritas Palestina, didasarkan pada kepatuhan kesepakatan Oslo dan kerjasama keamanan dengan Israel” Jelas Professor Human Right dari Universitas Jogakoing Jepang
Para negara pendonor, lanjut Saul Takahashi meminta agar LSM agar menjadi non-politis. Padahal banyak LSM menyerukan tentang Hak untuk Kembali (right to return). Ditambah, ke-tidak-amanan yang didapatkan oleh UNRWA, meskipun para pendonor menyalurkan bantuan lewat mereka. Hasilnya, Palestina dikemas sebagai masalah kemanusiaan saja, mengesampikan isu penyalahan HAM dan politik. Hasilnya, warga Palestina tidak dapat menerima bantuan yang benar-benar mereka butuhkan
Dan untuk kontribusi Indonesia untuk Palestina, Nico Adam, Mantan Fungsi Palestina KBRI Amman menyampaikan bahwa Indonesia memiliki 178 program untuk Palestina yang diserap bagi hamper 2.000 SDM untuk membangun Palestina, di bidang UKM, pemberdayaan, infrastruktur, pertanian, dll. Program tersebut dilaksanakan di Indonesia, Yordania dan Palestina. Diplomasi kemanusiaan di salurkan melalui UNRWA, di berbagai sector termasuk Kesehatan, Pendidikan, dan pelayanan social bagi pengungsi Palestina di kamp pengungsian Palestina dan negara sekitar. Bantuan yang diberikan ke Palestine berasal dari institusi Pemerintah RI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun perorangan (philanthropist) yang dicatat dan dibantu penyalurannya oleh KBRI Amman melalui UNRWA dan JHCO.
Terkait hal ini, KBRI Amman senantiasa memberikan sosialiasi kepada NGO Indonesia agar apabila ingin memberikan bantuan kepada pengungsi baik kepada pengungsi Suriah ataupun pengungsi Palestina, hendaknya dapat memanfaatkan keberadaan Perwakilan RI di LN, termasuk KBRI Amman yang siap memfasilitasi dan menjembatani maksud bantuan kemanusian dari Lembaga ataupun perorangan/masyarakat Indonesia yang mempunyai perhatian kepada rakyat Palestina.