AL-QUDS, PALESTINOW.COM — Penjajah Israel telah mempraktikkan terorisme terorganisir terhadap kota Al-Quds atau yang lebih dikenal dengan kota Yerusalem, dengan meningkatkan tingkat kejahatan dan serangan terhadap para warga Palestina, untuk memaksa penduduk di Al-Quds meninggalkan Kota Suci.
Serangan yang dilakukan berulang-ulang terhadap warga, tanah, properti, mata pencaharian, kesucian, dan ketahanan mereka, belum berhenti bahkan hanya untuk sesaat.
Kebijakan barbar penjajah Israel
Penjajah Israel memberlakukan kebijakan hukuman kolektif dan kampanye pelecehan yang sistematis.
Mereka juga melakukan lusinan kampanye penangkapan terhadap warga Palestina setiap hari di Al-Quds, serta penggerebekan di malam hari yang tidak memperdulikan bahwa ada kaum perempuan atau anak-anak, pengusiran terus-menerus terhadap para aktivis -baik domestik maupun internasional- dan terhadap mereka yang ditempatkan di Masjid Al-Aqsa.
Penjajah Israel juga menghancurkan bangunan-bangunan dengan dalih bangunan tidak berizin, mereka juga telah merampas rumah para warga Al-Quds dan menekan semua kegiatan di Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa.
Setiap kali penduduk Al-Quds dipukuli, diserang, dan ditekan tanpa henti, pasukan penjajah sering menggunakan tongkat, bom gas beracun, peluru karet atau bom suara.
Mereka menyombongkan tentang kejahatan mereka, sambil secara langsung menembaki para pemuda di Al-Quds untuk ‘membasmi’ mereka. Mereka membunuh para aktivis perempuan dengan darah dingin di bawah dalih ‘keamanan palsu’, untuk meneror orang-orang di Al-Quds dan menyebarkan ketakutan di hati mereka.
Kebiadaban dan kebijakan yang dilakukan penjajah Israel juga memengaruhi sekolah, dan menghalangi siswa saat mereka akan berangkat atau pulang sekolah. Siswa-siswa ini telah diteror dan diintimidasi dengan cara yang -tentunya- melanggar semua perjanjian dan kesepakatan internasional, yang menjamin hak atas pendidikan dan akses yang aman bagi anak-anak ke lembaga pendidikan mereka.
Rintangan, pembatasan kebebasan bergerak dan mengontrol siapa yang memasuki Masjid Al-Aqsa, jelas menunjukkan bahwa penjajah Israel melanjutkan rencana rasis dan ekspansionisnya, yang bertujuan untuk memaksakan pembagian temporal dan spasial sebagai fetakompli.
Penjajah Israel yang membenarkan diri mereka dengan dalih adanya “terorisme” untuk menutup lembaga-lembaga budaya, sosial dan pendidikan di Al-Quds.
Masalahnya semakin melebar karena bahkan otoritas penjajah Israel telah melarang institusi yang berafiliasi dengan Otoritas Palestina (PA), untuk beroperasi di Al-Quds.
Kedudukan Otoritas Palestina dalam konflik
Selain itu, umat Islam dan Kristen menjadi sasaran penjajah Israel, militer penjajah menodongkan senjata ke arah dada mereka setiap saat. Penjajah Israel benar-benar ingin ‘membersihkan’ dan mengusir penduduk asli Palestina dari kota suci Al-Quds dengan berbagai cara.
Dari pengusiran anggota parlemen Al-Quds, hingga penangkapan Sheikh Raed Salah dan pelarangan presiden Koalisi Kristen Nasional Palestina, Dimitri Diliani, memasuki Kota Tua Al-Quds.
Kejahatan Zionis ini tidak datang dari mana-mana dan tidak tiba-tiba, namun hal tersebut terjadi adanya cerminan dari kelemahan posisi resmi Palestina yang diwakili dalam tindakan Otoritas Palestina (PA), dan kegagalan mereka untuk memainkan peran yang bertanggung jawab dan efektif dalam apa yang terjadi di Al-Quds.
Memang benar bahwa ada posisi yang mengutuk dan ada gerakan lokal di sana-sini, tetapi mereka tidak memenuhi tujuan yang disyaratkan secara nasional.
Sementara itu, PA telah mempertahankan pertemuan dan kontak dengan penjajah Israel, menekan semua gerakan rakyat, berkoordinasi keamanan dengan militer penjajah, mencegah perlawanan menyuarakan pendapatnya dan membatasi kegiatannya di Tepi Barat.
Minyak yang dituang ke api
Masalah ini, semakin pelik ditambah dengan posisi negara Arab dan Islam.
Posisi negara-negara Arab dan Islam dalam mencegah kejahatan penjajah Israel di Palestina, khususnya Al-Quds, selalu mendapatkan sandungan dari negara adidaya Amerika Serikat, terlebih Trump yang mendukung penjajahan Israel di bumi Palestina.
Meskipun presiden AS sebelumnya juga lebih berpihak terhadap penjajah Israel ketimbang Palestina. Namun, tindakan terakhir pemerintah Amerika yang sangat membuat umat Islam dunia marah dengan memindahkan kedutaan besarnya ke Al-Quds, dan mengakui Al-Quds sebagai ibukota kesatuan penjajah Israel bagaikan menyiramkan minyak ke kobaran api.
Konflik di Al-Quds, yang sudah panas, ditambah kebijakan Trump yang semakin memotivasi penjajah Israel untuk terus meyahudisasikan Kota Suci.
Presiden Trump bahkan telah menyatakan kebanggaannya pada posisi bersejarahnya ketika dia mengakui Al-Quds sebagai ibu kota penjajah Israel, dalam pidatonya di hadapan Komite Urusan Publik Israel Amerika (AIPAC), ia menganggap hal tersebut sebagai salah satu pencapaian terbaiknya selama masa pemerintahannya.
Ini terjadi terlepas dari peringatan yang ia terima dari berbagai presiden dan raja, takut reaksi menyapu dunia Arab dan Islam.
Peristiwa berturut-turut di kota Al-Quds ini, dan di dalam Masjid Al-Aqsa khususnya, adalah salah satu faktor terpenting yang menyebabkan ketegangan di wilayah Palestina, dan sedang berusaha mengarahkan pengarahan kompas konfrontasi.
Ketidakamanan yang terjadi di kota Al-Quds, terutama di Masjid Al-Aqsa, karena diamnya para pemimpin dunia Arab dan Islam atas penjajahan Israel, ditambah dengan dukungan penuh yang dilakukan dunia Barat terhadap Israel, khususnya Amerika.
Al-Quds, kota suci dan bersejarah bagi Umat Islam dan sangat dicintai harus dilindungi. (ELF)